Apa yang dimaksud Social Marketing? Pengertian, Tujuan, Konsep

Social Marketing

Social marketing atau pemasaran sosial, konsep yang telah berkembang sejak tahun 1971, ketika Philip Kotler dan Gerald Zaltman pertama kali memperkenalkannya sebagai adaptasi dari prinsip-prinsip pemasaran komersial untuk tujuan sosial. Konsep ini tidak hanya berfokus pada keuntungan finansial, tetapi lebih pada upaya untuk mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat demi kesejahteraan bersama.

Pengertian Social Marketing Menurut Para Ahli

Menurut Kotler dan Zaltman (1971), social marketing adalah penggunaan prinsip dan teknik pemasaran untuk mempengaruhi perilaku sukarela dari target audiens dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan individu dan masyarakat.

Pendapat Susan Gunelius, arti dari social media marketing adalah bentuk direct marketing atau indirect marketing yang digunakan untuk membangun kesadaran, pengakuan, daya ingat, dan tindakan untuk merek, bisnis, produk, atau orang, yang dilakukan dengan menggunakan tools dari website sosial seperti blogging, microblogging, social networking, social bookmarking, dan content sharing.

Tamar Weinberg menjelaskan bahwa social media marketing adalah proses yang mendorong individu untuk melakukan pemasaran melalui situs website, produk, atau layanan mereka melalui saluran pemasaran online. Selain itu, social media marketing digunakan untuk berkomunikasi dengan komunitas, yang berpeluang lebih besar dalam melakukan pemasaran dibandingkan saluran periklanan konvensional.

Sedangkan menurut Tract L. Tuten, arti social media marketing adalah bentuk promosi secara online yang memanfaatkan latar budaya dari komunitas sosial.

Neil Patel menyatakan bahwa social media marketing adalah proses menarik perhatian orang atau individu agar tertarik dan terikat dengan konten yang disajikan.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep pemasaran media sosial erat kaitannya dengan upaya promosi dan peningkatan brand awareness dalam bisnis.

Tujuan Social Marketing

Tujuan utama dari social marketing adalah untuk mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih baik. Menurut Andreasen (1994), social marketing bertujuan untuk mempengaruhi perilaku individu atau kelompok dengan cara yang menguntungkan bagi mereka sendiri dan masyarakat secara keseluruhan. Beberapa contoh tujuan sosial yang sering diangkat dalam kampanye pemasaran sosial antara lain:

  • Kampanye anti-merokok, gerakan cuci tangan, atau program imunisasi.
  • Gerakan mengurangi sampah plastik, kampanye hemat energi, atau penanaman pohon.
  • Program donor darah, kampanye anti-bullying, atau gerakan kesetaraan gender.

Konsep Pemasaran Sosial

Social marketing mengadopsi konsep yang serupa dengan pemasaran komersial, yang sering disebut sebagai bauran pemasaran atau marketing mix. Menurut Kotler dan Zaltman (1971), terdapat empat elemen kunci dalam bauran pemasaran sosial yang menjadi fondasi dalam merancang dan mengimplementasikan program-program sosial. Keempat elemen ini mencakup produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Masing-masing elemen ini memiliki peran penting dalam memastikan bahwa pesan sosial yang disampaikan dapat diterima dan diadopsi oleh target audiens secara efektif.

1. Produk (Product)

Dalam konteks social marketing, produk yang ditawarkan bukanlah barang fisik atau jasa seperti dalam pemasaran komersial, melainkan berupa gagasan, ide, atau perubahan perilaku yang diharapkan dapat diadopsi oleh masyarakat. Misalnya, dalam kampanye anti-merokok, produk yang ditawarkan adalah konsep “gaya hidup sehat tanpa rokok”.

Produk ini tidak memiliki wujud fisik, tetapi memiliki nilai yang dapat dirasakan oleh individu, seperti peningkatan kesehatan dan kualitas hidup. Produk dalam pemasaran sosial juga dapat dibagi menjadi tiga tingkatan: core product (manfaat utama dari perilaku yang ditawarkan), actual product (perilaku itu sendiri), dan augmented product (dukungan tambahan seperti layanan atau produk pendukung).

2. Harga (Price)

Harga dalam social marketing tidak selalu diukur dalam bentuk uang, melainkan lebih kepada pengorbanan atau biaya yang harus dikeluarkan oleh individu untuk mengadopsi perilaku baru. Pengorbanan ini bisa berupa waktu, usaha, energi, atau bahkan risiko psikologis.

Misalnya, seseorang yang memutuskan untuk berhenti merokok mungkin harus menghadapi tantangan seperti gejala withdrawal, perubahan kebiasaan, atau tekanan sosial dari lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, penting bagi para praktisi pemasaran sosial untuk memahami dan meminimalkan “harga” yang harus dibayar oleh target audiens agar perubahan perilaku dapat diterima dengan lebih mudah.

4. Tempat (Place)

Tempat dalam social marketing merujuk pada saluran distribusi atau cara produk sosial tersebut disampaikan kepada masyarakat. Ini mencakup strategi untuk memastikan bahwa pesan atau program sosial dapat diakses oleh target audiens dengan mudah.

Saluran distribusi bisa beragam, mulai dari media sosial, kampanye langsung di komunitas, hingga kerja sama dengan lembaga-lembaga tertentu seperti sekolah, rumah sakit, atau organisasi non-profit. Pemilihan saluran yang tepat sangat penting untuk memastikan bahwa pesan sosial dapat menjangkau audiens yang dituju secara efektif.

4. Promosi (Promotion)

Promosi dalam social marketing melibatkan strategi komunikasi yang dirancang untuk mempengaruhi perilaku masyarakat. Ini mencakup berbagai metode seperti iklan, acara publik, kampanye media sosial, atau bahkan edukasi langsung melalui workshop dan seminar.

Tujuannya untuk menyampaikan pesan sosial dengan cara yang menarik dan persuasif, sehingga dapat memotivasi individu untuk mengadopsi perilaku baru. Promosi yang efektif harus disesuaikan dengan karakteristik target audiens, termasuk nilai-nilai, kepercayaan, dan kebiasaan mereka.

Kendala dalam Social Marketing di Indonesia

Meskipun social marketing memiliki potensi yang sangat besar untuk menciptakan perubahan positif dalam masyarakat, implementasinya di Indonesia seringkali menghadapi berbagai kendala yang perlu diatasi. Tantangan-tantangan ini tidak hanya berasal dari faktor internal organisasi, tetapi juga dari eksternal, seperti karakteristik masyarakat dan lingkungan sosial. Berikut ini beberapa kendala yang sering dihadapi oleh perusahaan dan pemerintah dalam melaksanakan program pemasaran sosial:

1. Fokus pada Profit daripada Solusi Sosial

Salah satu tantangan terbesar dalam penerapan social marketing di Indonesia adalah kecenderungan perusahaan untuk lebih memprioritaskan keuntungan finansial daripada tujuan sosial. Banyak perusahaan masih melihat kegiatan sosial sebagai bagian dari strategi pemasaran yang bertujuan meningkatkan citra merek atau menarik perhatian konsumen, alih-alih sebagai upaya nyata untuk menyelesaikan masalah sosial.

Padahal, solusi sosial yang ditawarkan berhasil diimplementasikan, dampaknya justru dapat memberikan keuntungan jangka panjang, baik bagi masyarakat maupun perusahaan itu sendiri. Program sosial yang berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang lebih stabil dan produktif, yang pada akhirnya akan menguntungkan bisnis dalam jangka panjang. Namun, ketika fokus utama hanya pada keuntungan finansial jangka pendek, program pemasaran sosial seringkali kehilangan esensinya dan dianggap tidak tulus oleh masyarakat.

2. Kurangnya Kesadaran Masyarakat

Kendala lain yang sering dihadapi adalah rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya perubahan perilaku yang ditawarkan melalui kampanye social marketing. Banyak program sosial yang gagal karena masyarakat tidak memahami manfaat dari perubahan perilaku tersebut atau bahkan tidak menyadari bahwa ada masalah yang perlu diatasi.

Kampanye tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan mungkin tidak akan efektif jika masyarakat tidak menyadari dampak negatif dari membuang sampah sembarangan. Oleh karena itu, edukasi dan sosialisasi yang intensif menjadi kunci untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Tanpa pemahaman yang memadai, upaya untuk mengubah perilaku akan sulit tercapai.

3. Target Audiens yang Tidak Tepat Sasaran

Kegagalan dalam social marketing juga sering terjadi karena program yang dirancang tidak tepat sasaran. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya riset atau pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan dan karakteristik target audiens. Misalnya, sebuah kampanye tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi mungkin tidak akan efektif jika ditujukan kepada kelompok usia yang salah atau disampaikan dengan cara yang tidak sesuai dengan nilai-nilai lokal.

Selain itu, produk atau pesan yang ditawarkan dalam pemasaran sosial harus relevan dengan kebutuhan masyarakat. Jika tidak, program tersebut akan dianggap tidak berguna atau bahkan diabaikan sama sekali. Oleh karena itu, penting untuk melakukan riset mendalam sebelum meluncurkan program social marketing, agar pesan yang disampaikan dapat diterima dan diadopsi oleh masyarakat dengan baik.

Selain tiga kendala utama di atas, ada beberapa tantangan lain yang juga perlu diperhatikan. Keterbatasan anggaran dan sumber daya seringkali menjadi hambatan dalam melaksanakan program pemasaran sosial secara efektif. Selain itu, koordinasi yang kurang baik antara berbagai pihak terkait, seperti pemerintah, perusahaan, dan organisasi non-profit, juga dapat mengurangi efektivitas program. Tantangan lain termasuk resistensi dari masyarakat terhadap perubahan, terutama jika perubahan tersebut dianggap bertentangan dengan nilai-nilai atau kebiasaan yang sudah lama dipegang.

Keberhasilan dan Kegagalan Social Marketing

Keberhasilan social marketing tidak terjadi secara instan, melainkan sangat bergantung pada perencanaan yang matang, implementasi yang tepat, dan evaluasi yang berkelanjutan. Program social marketing yang sukses biasanya dirancang dengan mempertimbangkan berbagai faktor kunci yang dapat mempengaruhi efektivitasnya. Beberapa faktor penting yang menentukan keberhasilan social marketing:

1. Riset yang Mendalam

Langkah pertama yang krusial dalam merancang program social marketing adalah melakukan riset pendahuluan yang mendalam. Riset ini bertujuan untuk memahami kebutuhan, keinginan, dan perilaku target audiens. Tanpa pemahaman yang komprehensif tentang audiens, program yang dirancang mungkin tidak akan relevan atau bahkan diabaikan sama sekali.

Bika tujuan program untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, riset perlu mengidentifikasi alasan mengapa masyarakat masih bergantung pada plastik, hambatan yang mereka hadapi dalam mengurangi penggunaannya, serta solusi apa yang mungkin dapat diterima. Dengan data yang akurat, program dapat dirancang untuk lebih tepat sasaran dan efektif.

2. Kerja Sama dengan Pihak Terkait

Kolaborasi dengan berbagai pihak terkait, seperti lembaga pemerintah, organisasi non-pemerintah (NGO), atau perusahaan swasta, dapat meningkatkan efektivitas kampanye social marketing. Kerja sama ini memungkinkan adanya sinergi dalam sumber daya, pengetahuan, dan jaringan yang dimiliki oleh masing-masing pihak.

Pemerintah dapat memberikan dukungan kebijakan, NGO dapat menyediakan tenaga ahli dan relawan, sementara perusahaan swasta dapat memberikan dana atau fasilitas. Kolaborasi semacam ini tidak hanya memperluas jangkauan program, tetapi juga meningkatkan kredibilitas dan dampaknya.

3. Evaluasi dan Monitoring yang Berkelanjutan

Program social marketing tidak berakhir begitu saja setelah diluncurkan. Evaluasi dan monitoring yang berkelanjutan sangat penting untuk memastikan bahwa tujuan sosial yang telah ditetapkan dapat tercapai. Proses ini melibatkan pengumpulan data, analisis hasil, dan penyesuaian strategi jika diperlukan.

Bila sebuah kampanye tentang pentingnya vaksinasi tidak menunjukkan hasil yang diharapkan, evaluasi dapat membantu mengidentifikasi masalah, seperti kurangnya akses ke fasilitas kesehatan atau miskomunikasi dalam pesan yang disampaikan. Dengan evaluasi yang tepat, program dapat diperbaiki dan dioptimalkan untuk mencapai hasil yang lebih baik.

Di sisi lain, kegagalan dalam social marketing seringkali terjadi karena kurangnya perhatian pada empat elemen bauran pemasaran, yaitu produk, harga, tempat, dan promosi. Misalnya, pemerintah atau organisasi mungkin terlalu fokus pada promosi tanpa mempertimbangkan apakah produk yang ditawarkan (seperti perubahan perilaku atau ide) benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat. Jika produk tersebut tidak relevan atau tidak sesuai dengan kebutuhan audiens, maka upaya promosi yang masif pun tidak akan membuahkan hasil. Selain itu, kegagalan juga dapat terjadi jika harga yang harus dibayar oleh masyarakat (baik dalam bentuk uang, waktu, atau usaha) terlalu tinggi, atau jika saluran distribusi (tempat) tidak memadai untuk menjangkau target audiens.

Contoh Kasus Kegagalan Social Marketing

Sebagai contoh, sebuah kampanye untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi umum mungkin akan gagal jika transportasi umum yang tersedia tidak memadai atau tidak nyaman. Meskipun promosi dilakukan secara besar-besaran, masyarakat tidak akan mengadopsi perilaku baru tersebut jika mereka merasa bahwa “harga” yang harus dibayar (seperti waktu tunggu yang lama atau ketidaknyamanan) terlalu tinggi. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa semua elemen bauran pemasaran saling mendukung dan dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan serta kemampuan target audiens.

Penutup

Meskipun konsep ini awalnya dirancang untuk organisasi non-profit, kini banyak perusahaan komersial yang juga mengintegrasikan faktor sosial ke dalam strategi pemasaran mereka. Di Indonesia, social marketing telah berhasil dalam beberapa program seperti KB dan kampanye 3M, namun masih ada tantangan yang perlu diatasi, terutama dalam hal fokus pada profit dan kesadaran masyarakat.

Dengan memahami konsep dan strategi social marketing, baik perusahaan maupun pemerintah dapat menciptakan program yang lebih efektif dan berdampak positif bagi masyarakat. Semoga informasi ini bermanfaat.

Baca juga:

Referensi

  1. Andreasen, A. R. (1994). Social marketing: Its definition and domain. Journal of Public Policy & Marketing, 13(1), 108-114.
  2. Kotler, P., & Zaltman, G. (1971). Social marketing: An approach to planned social change. Journal of Marketing, 35(3), 3-12.
  3. Lefebvre, R. C., & Flora, J. A. (1988). Social marketing and public health intervention. Health Education Quarterly, 15(3), 299-315.
  4. Smith, W. A. (2006). Social marketing: An overview of approach and effects. Injury Prevention, 12(suppl 1), i38-i43.
  5. Ajzen, I. (2005). Attitudes, personality, and behavior. McGraw-Hill Education (UK).
  6. Kotler, P., & Lee, N. R. (2008). Social marketing: Influencing behaviors for good. Sage Publications.
Scroll to Top