Perbedaan Petty Cash dan Cash Advance – Dalam dunia pengelolaan keuangan perusahaan yang dinamis, efisiensi dalam menangani berbagai jenis pengeluaran adalah kunci kesuksesan. Dua istilah yang sering kali menjadi tulang punggung transaksi operasional sehari-hari adalah petty cash dan cash advance. Meski sama-sama berurusan dengan uang tunai, keduanya memiliki fungsi, mekanisme, dan tujuan yang sangat berbeda.
Pemahaman yang tepat tentang perbedaan petty cash dan cash advance sangat penting bagi para pemilik bisnis, manajer keuangan, hingga staf administrasi. Kesalahan dalam menerapkan kedua sistem ini tidak hanya dapat menghambat operasional tetapi juga membuka celah untuk ketidakefisienan dan bahkan penyimpangan.
Apa Itu Petty Cash?
Petty cash, atau dalam Bahasa Indonesia sering disebut sebagai kas kecil, adalah dana tunai dalam jumlah terbatas yang disediakan secara khusus oleh perusahaan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran kecil, rutin, dan mendesak yang tidak memerlukan proses pembayaran yang rumit seperti melalui cek atau transfer bank.
Dana kas kecil ini biasanya dikelola oleh seorang petty cash custodian (petugas kas kecil) yang bertanggung jawab penuh atas pengeluaran, pencatatan, dan pertanggungjawabannya. Setiap pengeluaran uang dari petty cash wajib disertai dengan bukti transaksi yang sah, seperti kuitansi, struk, atau bon, yang kemudian dicatat dalam sebuah log atau buku petty cash.
Ciri-Ciri Utama Petty Cash:
- Dana yang disediakan relatif kecil dan seringkali menggunakan sistem imprest (dana tetap), di mana dana akan direplenisi (diisi kembali) ke jumlah semula setelah berkurang.
- Biaya yang sifatnya tidak terduga tetapi sering terjadi (Mendesak dan Rutin).
- Pencairan dan penggunaannya dirancang untuk menghindari birokrasi yang berbelit.
- Pencatatan dilakukan secara internal dan sederhana.
Apa Itu Cash Advance?
Di sisi lain, cash advance atau uang muka adalah sejumlah uang yang diberikan di muka kepada karyawan atau departemen tertentu untuk membiayai suatu keperluan perusahaan yang telah direncanakan sebelumnya dan membutuhkan dana yang lebih besar.
Cash advance tidak ditujukan untuk pengeluaran spontan dan kecil, melainkan untuk kebutuhan yang sifatnya proyekional atau khusus. Sebelum uang muka ini dicairkan, biasanya diperlukan persetujuan dari atasan atau manajer yang berwenang berdasarkan proposal atau rencana anggaran yang diajukan.
Ciri-Ciri Utama Cash Advance:
- Dibandingkan dengan petty cash, nilai cash advance biasanya jumlah lebih besar.
- Untuk kebutuhan terencana seperti perjalanan dinas, acara perusahaan, atau pembelian material proyek.
- Proses pencairannya melibatkan approval dari level manajerial.
- Penerima cash advance wajib mempertanggungjawabkan semua pengeluaran dengan laporan lengkap beserta bukti-bukti yang diperlukan. Sisa dana harus dikembalikan ke kas perusahaan.
Tabel Ringkasan Perbedaan Petty Cash dan Cash Advance
Aspek | Petty Cash (Kas Kecil) | Cash Advance (Uang Muka) |
---|---|---|
Tujuan & Sifat | Pengeluaran rutin, kecil, dan mendesak. | Pengeluaran terencana, spesifik, dan bernilai besar. |
Jumlah Dana | Relatif kecil dan sering kali tetap. | Lebih besar, disesuaikan dengan kebutuhan proyek/kegiatan. |
Proses Pencairan | Cepat dan sederhana, dikelola oleh petugas kas kecil. | Memerlukan persetujuan (approval) manajemen, lebih formal. |
Pertanggungjawaban | Dengan menyerahkan bukti transaksi (struk/kuitansi) ke petugas kas kecil. | Dengan membuat laporan realisasi pengeluaran lengkap dengan bukti, dan mengembalikan sisa dana. |
Sistem Pencatatan | Sistem Dana Tetap (Imprest Fund): Jumlah dana tetap, diisi ulang setelah berkurang. Sistem Dana Tidak Tetap (Fluctuating Fund): Jumlah dana berubah sesuai kebutuhan. | Menggunakan rekonsiliasi bank dan dicatat sebagai piutang karyawan hingga laporan diselesaikan. |
Tingkat Keamanan | Risiko lebih tinggi karena uang tunai fisik, bergantung pada kejujuran petugas. | Lebih aman karena melalui proses approval dan pencatatan yang detail, meminimalisir kecurangan. |
Contoh Penggunaan | Pembelian alat tulis, biaya parkir, konsumsi rapat mendadak, pengiriman dokumen. | Pembayaran akomodasi & tiket pesawat untuk dinas, biaya sewa venue acara, pembelian material proyek. |
1. Perbedaan dari Segi Keuntungan dan Manfaat
Keuntungan Menggunakan Petty Cash:
- Transaksi kecil dapat diselesaikan dengan cepat tanpa melalui birokrasi yang panjang.
- Sangat berguna untuk membayar barang atau jasa yang hanya menerima pembayaran tunai.
- Dapat menangani kebutuhan mendesak yang tidak terduga tanpa mengganggu arus kas utama.
Keuntungan Menggunakan Cash Advance:
- Karena jumlahnya besar, prosesnya melibatkan persetujuan dan sistem rekonsiliasi bank, di mana pencatatan dilakukan oleh kedua belah pihak (perusahaan dan bank). Hal ini meminimalisir risiko kecurangan.
- Dana dialokasikan untuk tujuan yang spesifik, memudahkan dalam pelacakan dan pengendalian anggaran proyek.
- Memudahkan karyawan untuk melakukan pembayaran kepada rekanan atau vendor dalam jumlah besar tanpa harus membebani arus kas operasional harian.
2. Perbedaan dari Segi Penggunaannya
Contoh Penggunaan Petty Cash:
- Pembelian Alat Tulis Kantor seperti Pulpen, kertas, stapler, atau toner printer.
- Biaya Operasional Harian, misalnya Biaya parkir, tol, dan pengiriman dokumen kurir.
- Membayar jasa servis komputer dadakan atau membeli konsumsi rapat kecil.
- Perjalanan Dinas Singkat untuk Uang makan siang atau biaya transportasi lokal selama dinas.
Contoh Penggunaan Cash Advance:
- Perjalanan Dinas Luar Kota/Negara untuk biaya tiket pesawat, akomodasi hotel, makan, dan transportasi selama periode dinas.
- Penyelenggaraan Acara Perusahaan untuk membiayai sewa venue, katering, honor pembicara, dan perlengkapan acara dalam seminar atau peluncuran produk.
- Pembelian material atau peralatan tertentu untuk sebuah proyek yang tidak bisa dibeli dengan mekanisme pembelian normal.
- Pembayaran uang muka untuk pembuatan konten kreatif atau iklan.
3. Perbedaan dari Segi Sistem Pencatatan
Sistem Pencatatan Petty Cash:
- Jumlah dana petty cash selalu tetap (Imprest Fund System). Misalnya, dana awal adalah Rp 5.000.000. Pada akhir periode, ketika dana tersisa Rp 1.000.000, perusahaan akan mengisi kembali sebesar Rp 4.000.000 agar kembali ke jumlah tetap Rp 5.000.000. Pengisian kembali ini dilakukan berdasarkan bukti pengeluaran yang telah terkumpul. Metode ini paling umum digunakan karena mudah dikontrol.
- Jumlah dana petty cash tidak tetap (Fluctuation Fund System) dan bisa berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengisian kembali dilakukan tidak berdasarkan pengeluaran, tetapi berdasarkan penilaian ulang terhadap kebutuhan dana kas kecil.
Sistem Pencatatan Cash Advance:
Pencatatan cash advance lebih kompleks. Saat dana dicairkan, perusahaan akan mencatatnya sebagai piutang karyawan di dalam pembukuan. Pencairannya sendiri seringkali melalui transfer bank, sehingga memerlukan proses rekonsiliasi bank yaitu proses membandingkan catatan keuangan perusahaan dengan catatan dari bank untuk memastikan kesesuaian dan keakuratan. Setelah karyawan melaporkan pengeluaran dan mengembalikan sisa dana, piutang tersebut akan dilunasi dan dicatat sebagai beban perusahaan.
Contoh Penggunaan dalam Skenario Nyata
Agar lebih jelas, berikut contoh penerapan petty cash dan cash advance dalam kegiatan perusahaan:
Contoh 1: Persiapan Rapat Klien Mendadak (Petty Cash)
Seorang manajer harus segera mengadakan rapat mendadak dengan klien penting. Ia meminta dana dari petty cash kepada petugasnya untuk:
- Membeli snack dan minuman untuk 10 orang: Rp 150.000.
- Membayar parkir tamu: Rp 20.000.
- Membeli whiteboard marker baru: Rp 25.000.
Petugas kas kecil memberikan uang tersebut, dan manajer menyerahkan semua struk pembelian sebagai bukti. Transaksi selesai dalam hitungan menit.
Contoh 2: Keikutsertaan dalam Konferensi Industri (Cash Advance)
Sebuah tim marketing akan mengikuti konferensi nasional selama 3 hari di kota lain. Mereka mengajukan cash advance sebesar Rp 15.000.000 yang disetujui oleh Direktur. Dana ini digunakan untuk:
- Tiket pesawat pulang-pergi: Rp 5.000.000.
- Hotel selama 3 malam: Rp 4.500.000.
- Biaya transportasi lokal dan konsumsi: Rp 3.000.000.
- Biaya pendaftaran konferensi: Rp 2.500.000.
Setelah kembali, tim wajib melaporkan semua pengeluaran lengkap dengan tiket, boarding pass, invoice hotel, dan kuitansi lainnya. Sisa dana, jika ada, dikembalikan ke kas perusahaan.
Tips Mengelola Petty Cash dan Cash Advance dengan Efektif
- Buatlah SOP (Standard Operating Procedure) tertulis yang mengatur plafon maksimal, jenis pengeluaran yang diperbolehkan, dan prosedur permohonan untuk kedua jenis dana ini.
- Tegaskan bahwa setiap pengeluaran, sekecil apapun, harus disertai bukti yang sah. “No receipt, no reimbursement” harus menjadi budaya.
- Untuk petty cash, lakukan pemeriksaan dan pengisian ulang secara mingguan atau bulanan. Untuk cash advance, beri batas waktu pertanggungjawaban (misalnya 7 hari setelah tugas selesai).
- Orang yang mengotorisasi pengeluaran, orang yang menangani uang, dan orang yang mencatatnya sebaiknya berbeda untuk mencegah kolusi dan kecurangan.
- Gunakan software akuntansi untuk melacak pengeluaran petty cash dan cash advance. Banyak aplikasi yang memungkinkan pencatatan bukti transaksi secara digital, memudahkan audit dan monitoring.
Dengan menerapkan kedua sistem ini secara tepat guna, perusahaan tidak hanya mengoptimalkan arus kas tetapi juga menciptakan budaya disiplin keuangan di semua level organisasi. Pada akhirnya, pengelolaan kas kecil dan uang muka yang baik akan berkontribusi langsung pada kelancaran operasional dan kesehatan finansial bisnis secara keseluruhan.
Baca juga:
- Mengapa Perencanaan Keuangan Jangka Panjang Penting?
- Apa itu Modal Kerja? Pengertian, Tujuan, Jenis, dan Cara Hitung
- Etika Akuntansi: Pengertian, Tujuan, Prinsip, Manfaat
- Apa Itu Manajemen Kas? Fungsi, Tujuan, dan Contoh
- Jenis, Karateristik, dan Pengertian Liabilitas
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apa yang terjadi jika uang petty cash tidak cukup untuk menutupi suatu pengeluaran?
Jika pengeluaran melebihi limit petty cash, seharusnya transaksi tersebut tidak dibayarkan melalui petty cash. Karyawan disarankan untuk mengajukan cash advance jika pengeluaran tersebut mendesak dan terencana, atau melalui mekanisme reimbursement setelah transaksi dilakukan dengan uang pribadi.
2. Bagaimana jika bukti transaksi petty cash hilang?
Ini adalah situasi yang harus dihindari. Kebijakan perusahaan harus tegas: tanpa bukti transaksi, pengeluaran tidak dapat dipertanggungjawabkan. Biasanya, karyawan yang bersangkutan harus mengganti pengeluaran tersebut dengan uang pribadi atau membuat pernyataan tertulis yang disetujui oleh manajer.
3. Apakah cash advance bisa dianggap sebagai hutang karyawan?
Ya, dalam perspektif akuntansi, cash advance dicatat sebagai piutang kepada karyawan. Hutang ini akan lunas/lunas ketika karyawan tersebut menyerahkan laporan pertanggungjawaban beserta bukti-bukti yang sah. Jika laporan tidak diserahkan dalam waktu yang ditentukan, perusahaan dapat memotongnya dari gaji karyawan.
4. Mana yang lebih berisiko, petty cash atau cash advance?
Dari segi nilai, cash advance lebih berisiko karena jumlahnya besar. Namun, dari segi kontrol, petty cash justru bisa lebih berisiko karena sifatnya yang cair dan informal, sehingga rentan terhadap penyalahgunaan kecil-kecilan jika pengawasannya lemah. Keduanya membutuhkan kontrol internal yang kuat.
5. Bisakah seorang karyawan mengajukan cash advance untuk keperluan yang seharusnya ditanggung petty cash?
Tidak bisa. Hal ini melanggar prinsip efisiensi. Cash advance dirancang untuk kebutuhan besar dan terencana. Mengajukan cash advance untuk kebutuhan kecil yang seharusnya bisa ditangani petty cash hanya akan menambah beban administrasi yang tidak perlu dan memperlambat proses.
6. Seberapa sering petty cash harus diisi kembali (replenish)?
Frekuensi pengisian kembali petty cash tergantung pada volume transaksi. Perusahaan dengan transaksi kecil yang padat mungkin melakukannya setiap minggu, sementara yang volumenya rendah mungkin melakukannya setiap bulan. Yang penting adalah dilakukan secara rutin dan konsisten untuk memastikan ketersediaan dana.
Referensi
- Almeida, H., Campello, M., & Weisbach, M. S. (2011). Corporate financial and investment policies when future financing is not frictionless. Journal of Corporate Finance, 17(3), 675–693. https://doi.org/10.1016/j.jcorpfin.2010.12.001
- Sarens, G., & De Beelde, I. (2006). The relationship between internal audit and senior management: An analysis of expectations and perceptions. International Journal of Auditing, 10(3), 219–241. https://doi.org/10.1111/j.1099-1123.2006.00351.x
- Almeida, H., Campello, M., & Weisbach, M. S. (2004). The cash flow sensitivity of cash. The Journal of Finance, 59(4), 1777–1804. https://doi.org/10.1111/j.1540-6261.2004.00679.x
- Diamond, D. W. (1991). Debt maturity structure and liquidity risk. The Quarterly Journal of Economics, 106(3), 709–737. https://doi.org/10.2307/2937924
- Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics, 3(4), 305–360. https://doi.org/10.1016/0304-405X(76)90026-X
- Myers, S. C., & Majluf, N. S. (1984). Corporate financing and investment decisions when firms have information that investors do not have. Journal of Financial Economics, 13(2), 187–221. https://doi.org/10.1016/0304-405X(84)90023-0