Investasi Saham: Jenis dan Strateginya

Investasi Saham

Investasi saham telah menjadi salah satu cara populer untuk mengembangkan kekayaan di Indonesia. Meskipun sering dianggap rumit dan berisiko, saham sebenarnya bisa menjadi instrumen investasi yang menguntungkan jika dipahami dengan baik. 

Apa Itu Investasi Saham?

Investasi saham adalah kegiatan membeli sebagian kepemilikan (saham) di sebuah perusahaan dengan harapan mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga saham atau pembagian dividen. Saham sendiri merupakan bukti kepemilikan seseorang atau entitas atas suatu perusahaan. Dengan memiliki saham, Anda berhak atas sebagian aset dan keuntungan perusahaan.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saham adalah surat berharga yang menunjukkan kepemilikan seseorang atau badan usaha atas suatu perusahaan. Pemegang saham juga memiliki hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan berhak menerima dividen jika perusahaan menghasilkan laba.

Mengapa Investasi Saham Menarik?

Investasi dalam saham menjadi pilihan yang menarik bagi banyak investor karena menawarkan peluang keuntungan yang lebih besar dibandingkan instrumen investasi lainnya, seperti deposito atau reksadana. Hal ini disebabkan oleh sifat saham yang memungkinkan pertumbuhan nilai aset seiring dengan kinerja perusahaan yang baik. Berikut adalah beberapa alasan mengapa investasi saham patut dipertimbangkan:

1. Potensi Keuntungan yang Signifikan

Saham memiliki kemungkinan memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan instrumen investasi konservatif. Jika seorang investor memilih perusahaan dengan fundamental yang kuat serta pertumbuhan yang stabil, nilai saham tersebut dapat meningkat secara signifikan dalam jangka panjang. Menurut sebuah studi oleh Bodie, Kane, dan Marcus (2018), saham secara historis memberikan return lebih tinggi dibandingkan obligasi dan deposito dalam periode investasi jangka panjang.

2. Likuiditas yang Tinggi

Saham dapat diperjualbelikan dengan relatif mudah di bursa efek, sehingga memberikan fleksibilitas kepada investor untuk mencairkan investasinya kapan saja. Bursa Efek Indonesia (BEI), likuiditas pasar saham di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, yang mencerminkan minat investor terhadap instrumen ini (BEI, 2023).

3. Diversifikasi Portofolio

Salah satu prinsip utama dalam investasi adalah diversifikasi, yang bertujuan untuk mengurangi risiko. Dengan memiliki saham dari berbagai sektor industri, investor dapat mengurangi dampak kerugian yang mungkin terjadi jika salah satu saham mengalami penurunan nilai. Penelitian dari Markowitz (1952), diversifikasi yang baik dapat mengoptimalkan rasio risiko dan keuntungan dalam portofolio investasi.

4. Hak sebagai Pemilik Perusahaan

Ketika seseorang membeli saham sebuah perusahaan, secara otomatis ia menjadi bagian dari pemilik perusahaan tersebut. Ini memberikan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan memungkinkan investor untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan (Ross, Westerfield, & Jaffe, 2021). Selain itu, pemegang saham juga berpotensi menerima dividen sebagai bagian dari keuntungan perusahaan.

Risiko yang Harus Dipahami dalam Investasi Saham

Meskipun memiliki potensi keuntungan yang besar, investasi saham juga memiliki risiko yang tidak dapat diabaikan. Salah satu risiko utama adalah fluktuasi harga yang dapat terjadi dalam jangka pendek akibat berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi global, kebijakan pemerintah, atau kinerja perusahaan itu sendiri. Selain itu, terdapat kemungkinan kehilangan sebagian atau seluruh modal yang diinvestasikan jika perusahaan mengalami kebangkrutan. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang analisis fundamental dan teknikal sangat diperlukan sebelum terjun ke pasar saham (Damodaran, 2012).

Dengan memahami keuntungan dan risiko yang ada, investor dapat mengambil keputusan yang lebih bijak dalam mengalokasikan dana mereka di pasar saham. Edukasi yang baik serta strategi investasi yang matang akan membantu memaksimalkan keuntungan sekaligus meminimalkan risiko kerugian.

Jenis-Jenis Saham di Indonesia

Di Indonesia, saham dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan dua aspek utama, yaitu hak kepemilikan dan sektor industri. Pemahaman mengenai klasifikasi ini penting bagi investor untuk memilih jenis saham yang sesuai dengan tujuan investasi mereka. Berikut ini penjelasannya:

1. Klasifikasi Saham Berdasarkan Hak Kepemilikan

Berdasarkan hak kepemilikan yang diberikan kepada pemegangnya, saham dapat dibagi menjadi dua jenis utama:

a. Saham Biasa (Common Stock)

Saham biasa merupakan jenis saham yang paling umum diperdagangkan di pasar modal. Pemegang saham biasa memiliki hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang memungkinkan mereka berpartisipasi dalam pengambilan keputusan perusahaan, termasuk pemilihan direksi dan kebijakan strategis lainnya.

Selain itu, pemegang saham biasa juga berhak atas pembagian dividen, tetapi hanya jika perusahaan berhasil mencetak keuntungan. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, pemegang saham biasa berada pada urutan terakhir dalam klaim terhadap aset perusahaan setelah kreditor dan pemegang saham preferen (Ross, Westerfield, & Jaffe, 2021).

b. Saham Preferen (Preferred Stock)

Berbeda dengan saham biasa, saham preferen menawarkan keuntungan lebih besar dalam hal prioritas pembagian dividen dan klaim aset jika perusahaan mengalami likuidasi. Pemegang saham preferen berhak menerima dividen terlebih dahulu sebelum saham biasa, dan dalam beberapa kasus, dividen ini bersifat tetap.

Namun, sebagai konsekuensi dari prioritas ini, pemegang saham preferen biasanya tidak memiliki hak suara dalam RUPS. Hal ini membuat saham preferen lebih mirip dengan obligasi dalam hal stabilitas imbal hasil, tetapi tetap memiliki karakteristik ekuitas (Damodaran, 2012).

2. Klasifikasi Saham Berdasarkan Sektor Industri

Bursa Efek Indonesia (BEI) membagi saham ke dalam beberapa sektor industri untuk memudahkan investor dalam menganalisis kinerja perusahaan berdasarkan bidang usahanya. Saat ini, BEI mengelompokkan saham ke dalam sembilan sektor utama, yaitu:

  • Pertanian (Agriculture)
    Mencakup perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan. Contohnya adalah perusahaan kelapa sawit dan produk hasil bumi lainnya.
  • Pertambangan (Mining)
    Berisi perusahaan yang bergerak di industri eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, seperti batu bara, minyak, gas bumi, dan logam.
  • Industri Dasar dan Kimia (Basic Industry & Chemicals)
    Termasuk perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur bahan baku seperti semen, baja, kimia, serta industri kertas dan tekstil.
  • Industri Barang Konsumsi (Consumer Goods Industry)
    Mencakup perusahaan yang memproduksi barang konsumsi sehari-hari seperti makanan, minuman, farmasi, dan produk rumah tangga.
  • Properti dan Real Estat (Property, Real Estate, and Building Construction)
    Berisi perusahaan yang bergerak di sektor pengembangan properti, perumahan, perkantoran, dan infrastruktur konstruksi.
  • Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi (Infrastructure, Utility, and Transportation)
    Meliputi perusahaan yang menyediakan layanan transportasi, energi, telekomunikasi, dan layanan publik lainnya.
  • Keuangan (Finance)
    Mencakup institusi keuangan seperti perbankan, asuransi, sekuritas, dan perusahaan investasi.
  • Perdagangan, Jasa, dan Investasi (Trade, Service, and Investment)
    Berisi perusahaan yang bergerak dalam sektor perdagangan ritel, distribusi, layanan profesional, dan investasi.

Klasifikasi ini membantu investor dalam menyusun strategi diversifikasi portofolio berdasarkan sektor industri yang memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Misalnya, sektor teknologi dan keuangan sering kali menjadi pilihan utama bagi investor yang mencari pertumbuhan jangka panjang, sementara sektor barang konsumsi dan infrastruktur lebih cenderung stabil dalam kondisi ekonomi yang fluktuatif.

Strategi Investasi Saham

Dalam dunia investasi saham, terdapat berbagai strategi yang dapat diterapkan sesuai dengan tujuan keuangan, jangka waktu investasi, serta tingkat toleransi risiko investor. Setiap strategi memiliki pendekatan yang berbeda dalam memilih saham dan menentukan kapan waktu yang tepat untuk membeli atau menjual aset. Berikut beberapa strategi investasi saham yang populer:

1. Strategi Buy and Hold (Beli dan Simpan)

Strategi Buy and Hold mengacu pada pembelian saham dengan tujuan untuk menyimpannya dalam jangka panjang, tanpa terlalu memperhatikan fluktuasi harga jangka pendek. Investor yang menerapkan strategi ini percaya bahwa pasar saham cenderung meningkat dalam jangka panjang, meskipun mengalami volatilitas dalam periode tertentu.

Keuntungan utama dari strategi ini adalah potensi pertumbuhan nilai investasi yang stabil serta pengurangan biaya transaksi akibat minimnya aktivitas jual-beli. Strategi ini cocok untuk investor yang memiliki kesabaran tinggi dan yakin pada fundamental perusahaan yang mereka pilih. Contohnya, investor yang membeli saham perusahaan-perusahaan blue-chip seperti Bank Central Asia (BBCA) atau Astra International (ASII) dapat menikmati pertumbuhan nilai saham dalam jangka panjang.

2. Value Investing (Investasi Berdasarkan Nilai Intrinsik)

Strategi Value Investing berfokus pada pencarian saham yang dianggap undervalued, yaitu saham yang diperdagangkan dengan harga lebih rendah dibandingkan nilai intrinsiknya berdasarkan analisis fundamental. Strategi ini diperkenalkan oleh Benjamin Graham dan dipopulerkan oleh investor legendaris Warren Buffett.

Investor yang menerapkan strategi ini akan melakukan analisis mendalam terhadap laporan keuangan perusahaan, rasio keuangan seperti Price-to-Earnings Ratio (P/E Ratio), serta kondisi industri terkait. Tujuannya adalah menemukan saham yang memiliki prospek bagus tetapi belum sepenuhnya dihargai oleh pasar.

Keuntungan utama dari strategi ini adalah potensi keuntungan besar ketika harga saham akhirnya mencerminkan nilai sebenarnya. Namun, strategi ini membutuhkan riset yang mendalam dan kesabaran dalam menunggu harga saham naik sesuai dengan nilai intrinsiknya.

3. Growth Investing (Investasi Berdasarkan Pertumbuhan Perusahaan)

Strategi Growth Investing bertujuan untuk memilih saham dari perusahaan yang memiliki pertumbuhan laba dan pendapatan yang tinggi, meskipun harga sahamnya sudah relatif mahal. Investor yang menerapkan strategi ini percaya bahwa perusahaan dengan pertumbuhan tinggi akan terus berkembang dan memberikan keuntungan besar dalam jangka waktu menengah hingga panjang.

Ciri-ciri perusahaan yang cocok untuk strategi ini meliputi:

  • Memiliki pertumbuhan pendapatan tahunan yang kuat.
  • Beroperasi di industri yang berkembang pesat, seperti teknologi atau kesehatan.
  • Memiliki keunggulan kompetitif yang sulit disaingi.

Contoh perusahaan yang sering menjadi target investor growth investing adalah perusahaan berbasis teknologi seperti Apple, Tesla, dan Amazon. Namun, strategi ini memiliki risiko lebih tinggi karena valuasi perusahaan yang tinggi bisa turun jika pertumbuhan bisnisnya melambat.

4. Dividend Investing (Investasi Berdasarkan Dividen)

Strategi Dividend Investing berfokus pada pemilihan saham dari perusahaan yang rutin membagikan dividen dengan nilai yang relatif tinggi dan stabil. Investor yang menggunakan strategi ini bertujuan untuk memperoleh pendapatan pasif secara berkala dari dividen yang diterima.

Keuntungan utama dari strategi ini adalah:

  • Pendapatan yang stabil, terutama bagi investor yang mengandalkan dividen sebagai sumber penghasilan.
  • Saham perusahaan dengan kebijakan dividen tinggi cenderung lebih stabil dan memiliki risiko lebih rendah dibandingkan saham yang tidak membagikan dividen.

Perusahaan-perusahaan yang sering menjadi incaran investor dividen adalah perusahaan dengan rekam jejak pembayaran dividen yang konsisten, seperti bank (BBRI, BMRI), perusahaan telekomunikasi (TLKM), dan sektor konsumen (UNVR).

Penutup

Dengan mempelajari dasar-dasar saham, menentukan tujuan investasi, dan mengelola risiko, kamu dapat memaksimalkan potensi keuntungan dari investasi saham. Selalu ingat untuk berinvestasi sesuai dengan profil risiko dan tujuan finansial.

Baca juga:

Daftar Referensi

  1. Buffett, W. (2008). Berkshire Hathaway shareholder letters. Berkshire Hathaway Inc. Retrieved from https://www.berkshirehathaway.com/letters/letters.html
  2. Fisher, P. A. (1958). Common stocks and uncommon profits and other writings. Wiley.
  3. Graham, B. (2003). The intelligent investor: The definitive book on value investing. HarperCollins.
  4. Malkiel, B. G. (2015). A random walk down Wall Street: The time-tested strategy for successful investing (11th ed.). W.W. Norton & Company.
  5. Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Panduan Investasi Saham untuk Pemula.” https://www.ojk.go.id
  6. Bursa Efek Indonesia (BEI). “Pengenalan Pasar Modal.” https://www.idx.co.id
  7. Graham, Benjamin. “The Intelligent Investor.” HarperBusiness, 2006.
Scroll to Top