Perdagangan Internasional: Tujuan, Manfaat, dan Dampak Negatif

Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional telah menjadi tulang punggung perekonomian global selama berabad-abad. Aktivitas ini tidak hanya memungkinkan pertukaran barang dan jasa antarnegara, tetapi juga membuka peluang untuk pertumbuhan ekonomi, alih teknologi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, di balik manfaat positif perdagangan internasional, perdagangan internasional juga menghadapi berbagai tantangan dan dampak negatif yang perlu diatasi. 

Pengertian Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah aktivitas pertukaran barang dan jasa antara dua negara atau lebih dengan tujuan memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi secara mandiri oleh suatu negara. Kegiatan ini mencakup ekspor (penjualan barang dan jasa ke luar negeri) dan impor (pembelian barang dan jasa dari luar negeri).

Menurut Wahono Diphayana, 2018), perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai “transaksi bisnis antara beberapa pihak yang melibatkan lebih dari satu negara, baik dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok” . Hal ini berarti bahwa perdagangan internasional tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan besar, tetapi juga oleh individu serta kelompok bisnis kecil yang memanfaatkan pasar global.

Perdagangan internasional bukanlah fenomena baru. Sejak zaman dahulu, bangsa-bangsa telah melakukan pertukaran barang melalui jalur perdagangan, seperti Jalur Sutra yang menghubungkan Asia dan Eropa atau Jalur Rempah yang menjadikan Nusantara sebagai pusat perdagangan dunia. Namun, dalam perkembangannya, perdagangan internasional menjadi semakin kompleks seiring dengan munculnya globalisasi dan kemajuan teknologi.

Perdagangan internasional telah berkembang sejak zaman kuno dan terus berevolusi hingga menjadi salah satu pilar utama ekonomi global. Beberapa periode penting dalam sejarah perdagangan internasional antara lain:

  • Perdagangan Kuno dan Jalur Sutra
    • Jalur perdagangan ini sudah ada sejak abad ke-2 SM dan menghubungkan China, India, Timur Tengah, hingga Eropa.
    • Barang dagangan utama meliputi sutra, rempah-rempah, emas, dan perhiasan.
  • Era Penjelajahan dan Kolonialisme (Abad ke-15 – 18)
    • Penjelajah seperti Vasco da Gama, Christopher Columbus, dan Ferdinand Magellan membuka jalur perdagangan maritim antara Eropa, Asia, dan Amerika.
    • Perdagangan rempah-rempah dari Nusantara menjadi salah satu yang paling menguntungkan bagi bangsa Eropa.
  • Revolusi Industri (Abad ke-18 – 19)
    • Kemajuan dalam produksi massal dan transportasi meningkatkan volume perdagangan antarnegara.
    • Negara-negara industri seperti Inggris mulai mengekspor produk manufaktur ke seluruh dunia.
  • Era Globalisasi dan Perdagangan Bebas (Abad ke-20 – Sekarang)
    • Organisasi perdagangan seperti World Trade Organization (WTO) dan perjanjian perdagangan bebas (FTA) semakin mempercepat arus barang dan jasa antarnegara.
    • Teknologi digital dan e-commerce memungkinkan transaksi lintas negara dilakukan dengan lebih mudah dan cepat.

Tujuan Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional memiliki beberapa tujuan utama, antara lain:

1. Meningkatkan Perekonomian Negara

Perdagangan internasional memungkinkan suatu negara untuk memperluas pasar produk-produknya, meningkatkan produksi, dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Hal ini berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan stabil. Menurut Paul Krugman, ekonom pemenang Hadiah Nobel, “Perdagangan internasional memungkinkan negara untuk memanfaatkan skala ekonomi dan meningkatkan efisiensi produksi” (Krugman, 2009). Dengan memperdagangkan barang yang diproduksi secara efisien, negara dapat memperoleh devisa yang mendukung stabilitas ekonomi.

Selain itu, penelitian oleh Frankel dan Romer (1999) menemukan bahwa perdagangan internasional memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas nasional. Negara yang lebih terbuka terhadap perdagangan cenderung memiliki tingkat pertumbuhan PDB yang lebih tinggi dibandingkan negara yang lebih tertutup.

2. Diversifikasi Ekonomi

Salah satu manfaat utama dari perdagangan internasional adalah membantu negara mengurangi ketergantungan pada satu sektor ekonomi. Negara yang terlalu bergantung pada satu komoditas, seperti minyak atau hasil pertanian, dapat menghadapi ketidakstabilan ekonomi ketika harga komoditas tersebut berfluktuasi di pasar global.

Menurut laporan World Bank (2020), negara-negara yang berhasil melakukan diversifikasi ekonomi, seperti Korea Selatan dan Singapura, menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil dan tahan terhadap krisis ekonomi global. Misalnya, Korea Selatan yang dulunya bergantung pada sektor agrikultur, kini menjadi pusat industri manufaktur dan teknologi dengan ekspor produk elektronik dan otomotif yang mendominasi.

3. Memperoleh Keuntungan Komparatif

Teori keuntungan komparatif yang diperkenalkan oleh David Ricardo dalam bukunya On the Principles of Political Economy and Taxation (1817) menjelaskan bahwa setiap negara memiliki keunggulan dalam memproduksi barang tertentu dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan negara lain. Dengan fokus pada produksi barang yang lebih efisien dan mengimpor barang yang kurang efisien diproduksi, negara dapat memaksimalkan pendapatannya melalui ekspor.

Sebagai contoh, Brasil memiliki keunggulan komparatif dalam produksi kopi karena faktor iklim dan tanah yang mendukung, sementara Jepang lebih unggul dalam produksi teknologi tinggi seperti semikonduktor dan kendaraan listrik. Dengan memperdagangkan produk unggulan masing-masing, kedua negara dapat saling memperoleh keuntungan ekonomi yang lebih besar.

Studi yang dilakukan oleh Dornbusch, Fischer, dan Samuelson (1977) juga menegaskan bahwa perdagangan berdasarkan keuntungan komparatif meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya dan mempercepat pertumbuhan ekonomi global.

4. Meningkatkan Kesejahteraan Sosial

Perdagangan internasional tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi, tetapi juga pada kesejahteraan sosial masyarakat. Dengan meningkatnya perdagangan, pendapatan masyarakat cenderung meningkat, sehingga daya beli mereka terhadap barang dan jasa yang lebih baik juga bertambah.

Laporan dari International Monetary Fund (IMF) (2018), keterlibatan negara dalam perdagangan internasional berkontribusi pada pengurangan kemiskinan dan peningkatan standar hidup. Contoh nyata dapat dilihat pada Tiongkok, yang mengalami pertumbuhan ekonomi pesat setelah membuka diri terhadap perdagangan global, yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Selain itu, perdagangan internasional juga memberikan akses terhadap barang-barang yang mungkin tidak dapat diproduksi secara lokal, seperti obat-obatan, teknologi canggih, dan bahan baku industri. Hal ini memungkinkan masyarakat mendapatkan manfaat dari inovasi global dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Manfaat Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional memberikan berbagai manfaat bagi negara yang berpartisipasi di dalamnya. Menurut Sadono Sukirno dalam bukunya Mikroekonomi Teori Pengantar (2008), perdagangan internasional berperan penting dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai mekanisme. Berikut adalah beberapa manfaat utama perdagangan internasional:

1. Memperoleh Barang yang Tidak Diproduksi di Dalam Negeri

Setiap negara memiliki sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, dan teknologi yang berbeda, sehingga tidak semua barang dapat diproduksi secara efisien di dalam negeri. Perdagangan internasional memungkinkan negara untuk mendapatkan barang dan jasa yang tidak tersedia secara lokal.

Sebagai contoh, Indonesia memiliki kekayaan alam seperti rempah-rempah, karet, dan minyak kelapa sawit, sementara Jepang unggul dalam produksi teknologi tinggi seperti otomotif dan elektronik. Melalui perdagangan internasional, Indonesia dapat mengimpor mobil dan perangkat elektronik dari Jepang, sedangkan Jepang dapat memperoleh bahan baku industri dari Indonesia.

Ricardo (1817) dalam teori keunggulan komparatif, perdagangan memungkinkan setiap negara untuk fokus pada produksi barang yang lebih efisien, kemudian menukarkannya dengan barang lain yang tidak dapat diproduksi dengan biaya rendah di dalam negeri. Hal ini tidak hanya meningkatkan efisiensi ekonomi tetapi juga memperkuat hubungan antarnegara.

2. Memperluas Pasar dan Meningkatkan Keuntungan

Perdagangan internasional memungkinkan produsen dalam suatu negara untuk menjual produk mereka ke pasar global, yang lebih luas dibandingkan pasar domestik. Hal ini memberikan beberapa keuntungan utama, seperti:

  • Dengan akses ke pasar internasional, perusahaan dapat memproduksi dalam jumlah yang lebih besar, sehingga biaya produksi per unit menjadi lebih rendah (ekonomi skala).
  • Perusahaan dapat memanfaatkan perbedaan daya beli di negara lain dan menjual produk dengan harga yang lebih kompetitif.
  • Jika terjadi penurunan permintaan di pasar domestik, produsen masih bisa mengandalkan permintaan dari pasar internasional.

Sebagai contoh, perusahaan tekstil di Indonesia dapat mengekspor produknya ke Amerika Serikat dan Eropa, di mana permintaan terhadap pakaian jadi cukup tinggi. Dengan demikian, produsen dapat meningkatkan pendapatannya dan memperluas pangsa pasar secara global.

Studi dari World Trade Organization (WTO, 2019) menunjukkan bahwa negara-negara dengan keterlibatan tinggi dalam perdagangan internasional cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan negara yang menerapkan kebijakan proteksionisme.

3. Transfer Teknologi Modern

Salah satu manfaat terbesar dari perdagangan internasional adalah adanya transfer teknologi dan inovasi dari negara maju ke negara berkembang. Negara berkembang dapat mempelajari dan mengadopsi teknologi canggih, metode produksi yang lebih efisien, serta sistem manajemen modern melalui kerja sama perdagangan dengan negara yang lebih maju.

Sebagai contoh, Indonesia mengimpor teknologi pembangkit listrik tenaga surya dari Jerman untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukannya. Selain itu, banyak perusahaan multinasional yang berinvestasi di negara berkembang membawa teknologi dan keahlian yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja setempat.

Menurut laporan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD, 2021), investasi asing langsung (foreign direct investment – FDI) berperan penting dalam mendorong transfer teknologi, terutama dalam sektor manufaktur dan industri berbasis teknologi tinggi. Negara seperti China dan India berhasil mengembangkan sektor industrinya dengan cepat berkat masuknya teknologi dari negara maju melalui perdagangan dan investasi asing.

4. Meningkatkan Hubungan Internasional

Perdagangan internasional tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga memainkan peran penting dalam membangun dan memperkuat hubungan diplomatik, politik, dan budaya antarnegara.

  • Negara yang memiliki hubungan perdagangan yang kuat cenderung menjalin kerja sama politik yang lebih baik. Misalnya, kerja sama ekonomi antara negara-negara ASEAN memperkuat integrasi regional dan stabilitas politik di Asia Tenggara.
  • Dengan meningkatnya interaksi antarnegara, terjadi pertukaran budaya yang lebih luas, seperti dalam hal makanan, seni, musik, dan gaya hidup. Contohnya, makanan Jepang seperti sushi menjadi populer di banyak negara berkat globalisasi perdagangan.
  • Negara yang memiliki hubungan dagang yang erat cenderung menghindari konflik, karena perang dapat merugikan kepentingan ekonomi mereka. Sejarah menunjukkan bahwa negara-negara dengan hubungan perdagangan yang kuat lebih cenderung menyelesaikan perselisihan melalui diplomasi daripada melalui konflik militer.

Studi yang dilakukan oleh Glick dan Taylor (2010) dalam jurnal American Economic Review, peningkatan keterlibatan negara dalam perdagangan internasional berkorelasi dengan berkurangnya risiko konflik antarnegara. Perdagangan menciptakan saling ketergantungan ekonomi yang memperkuat kerja sama dan stabilitas global.

Kebijakan Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional memerlukan regulasi yang tepat agar dapat memberikan manfaat optimal bagi perekonomian suatu negara. Pemerintah menerapkan berbagai kebijakan untuk mengatur arus barang dan jasa lintas negara, melindungi industri dalam negeri, serta meningkatkan daya saing produk lokal di pasar global. Berikut ini beberapa kebijakan utama yang sering digunakan dalam perdagangan internasional:

1. Tarif (Bea Masuk)

Tarif adalah pajak yang dikenakan pada barang impor yang masuk ke suatu negara. Tujuan utama dari kebijakan tarif adalah:

  • Melindungi industri dalam negeri dari persaingan barang impor yang lebih murah.
  • Meningkatkan pendapatan negara melalui pungutan pajak atas barang impor.
  • Mengurangi ketergantungan terhadap barang impor dengan mendorong produksi dalam negeri.

Sebagai contoh, Indonesia menerapkan tarif bea masuk untuk beberapa produk elektronik impor guna melindungi industri manufaktur lokal. Menurut World Trade Organization (WTO), kebijakan tarif yang diterapkan dengan tepat dapat membantu negara berkembang meningkatkan daya saing industri dalam negerinya.

Namun, penerapan tarif juga memiliki risiko, seperti potensi pembalasan dari negara mitra dagang yang dapat memicu perang dagang. Contohnya, perang dagang antara Amerika Serikat dan China pada 2018-2019 dipicu oleh penerapan tarif tinggi oleh kedua negara terhadap barang impor satu sama lain, yang berdampak pada perlambatan ekonomi global.

2. Subsidi Ekspor

Subsidi ekspor adalah insentif finansial yang diberikan oleh pemerintah kepada produsen dalam negeri untuk meningkatkan daya saing produk mereka di pasar internasional. Bentuk subsidi ini dapat berupa:

  • Bantuan langsung berupa dana tunai untuk menutupi sebagian biaya produksi atau distribusi.
  • Keringanan pajak bagi perusahaan yang mengekspor produk mereka.
  • Harga subsidi untuk bahan baku guna menekan biaya produksi dan membuat harga jual lebih kompetitif.

Pemerintah Indonesia memberikan subsidi pupuk kepada petani untuk meningkatkan hasil pertanian yang diekspor, seperti kelapa sawit dan kopi. Di Uni Eropa, subsidi diberikan kepada petani melalui kebijakan Common Agricultural Policy (CAP), yang bertujuan meningkatkan ekspor produk pertanian mereka ke pasar global.

Meskipun subsidi ekspor dapat membantu meningkatkan daya saing industri lokal, kebijakan ini sering kali diperdebatkan dalam WTO karena dapat menciptakan persaingan tidak sehat dan memicu sengketa dagang.

3. Pembatasan Impor

Pembatasan impor dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan produk luar negeri yang lebih murah atau lebih berkualitas, pembatasan ini dapat berbentuk:

  • Kuota impor, yaitu batas maksimum jumlah barang tertentu yang boleh diimpor dalam satu periode waktu.
  • Larangan impor, yaitu pelarangan masuknya barang tertentu demi alasan ekonomi, kesehatan, atau keamanan.
  • Persyaratan administratif, seperti lisensi atau standar kualitas tertentu yang harus dipenuhi oleh barang impor.

Contohnya, Indonesia membatasi impor beras untuk melindungi petani lokal dan memastikan stabilitas harga pangan di dalam negeri. Contoh lain adalah larangan impor daging sapi dari negara yang terdampak penyakit mulut dan kuku, guna melindungi kesehatan masyarakat.

Namun, kebijakan pembatasan impor juga memiliki dampak negatif, seperti meningkatnya harga barang di dalam negeri akibat keterbatasan pasokan dan berkurangnya pilihan produk bagi konsumen.

4. Persyaratan Kandungan Lokal (Local Content Requirement – LCR)

Persyaratan kandungan lokal adalah kebijakan yang mewajibkan suatu produk memiliki persentase tertentu dari bahan baku atau komponen yang berasal dari dalam negeri. Kebijakan ini bertujuan untuk:

  • Meningkatkan penggunaan bahan baku dan tenaga kerja lokal.
  • Mengembangkan industri dalam negeri melalui transfer teknologi dari perusahaan asing.
  • Mengurangi ketergantungan terhadap impor.

Indonesia menerapkan kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam industri otomotif, di mana mobil yang diproduksi di Indonesia harus memiliki minimal 40% komponen lokal agar bisa mendapatkan insentif pajak.

Selain itu, dalam sektor energi, Indonesia mengharuskan penggunaan komponen lokal dalam pembangunan pembangkit listrik untuk mendukung industri manufaktur dalam negeri.

Namun, kebijakan ini bisa berdampak negatif jika industri lokal belum mampu menyediakan bahan baku atau teknologi yang sesuai, sehingga dapat menghambat investasi asing dan meningkatkan biaya produksi.

Tantangan dan Dampak Negatif Perdagangan Internasional

Meskipun perdagangan internasional memberikan banyak manfaat positif, seperti peningkatan ekonomi, diversifikasi produk, dan pertumbuhan teknologi, terdapat berbagai tantangan serta dampak negatif yang perlu diperhatikan. Tanpa regulasi yang tepat, perdagangan internasional dapat merugikan beberapa kelompok masyarakat, memperburuk ketimpangan ekonomi, serta menyebabkan kerusakan lingkungan.

1. Persaingan Tidak Sehat

Salah satu tantangan utama dalam perdagangan internasional adalah persaingan yang tidak sehat. Beberapa negara atau perusahaan dapat menggunakan strategi bisnis yang merugikan produsen dalam negeri, seperti:

  • Dumping, yaitu praktik menjual barang di pasar luar negeri dengan harga lebih rendah daripada di dalam negeri, atau bahkan di bawah biaya produksi. Ini dilakukan untuk menguasai pasar dan menghancurkan pesaing lokal.
  • Subsidi ekspor berlebihan, yang memungkinkan produsen luar negeri menjual barang dengan harga yang lebih murah dibandingkan produk dalam negeri.

Krugman dan Obstfeld (2018), “Dumping dapat merusak struktur ekonomi suatu negara karena menghancurkan industri domestik dan menciptakan ketergantungan pada produk impor murah.” Contoh kasus yang terkenal adalah dumping baja oleh China di pasar global, yang menyebabkan banyak industri baja di negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, mengalami penurunan produksi dan kehilangan tenaga kerja.

Untuk mengatasi persaingan tidak sehat, World Trade Organization (WTO) memiliki aturan Anti-Dumping Agreement, yang memungkinkan negara-negara memberlakukan bea masuk tambahan pada barang yang terbukti didumping untuk melindungi industri dalam negeri.

2. Ketergantungan pada Negara Maju

Negara berkembang sering kali bergantung pada negara maju untuk:

  • Teknologi, seperti mesin dan perangkat lunak yang tidak dapat mereka produksi sendiri.
  • Modal dan investasi, yang sering kali berasal dari perusahaan multinasional atau lembaga keuangan internasional.
  • Pasar ekspor, karena banyak produk dari negara berkembang hanya bisa laku jika dijual ke negara maju.

Sachs dan Warner (1995), “Ketergantungan ekonomi pada negara maju membuat negara berkembang sulit untuk membangun industri mandiri dan inovasi lokal.” Contohnya, banyak negara di Afrika yang bergantung pada ekspor bahan mentah seperti minyak, logam, dan kakao ke negara-negara maju, sementara mereka sendiri masih harus mengimpor produk jadi dengan harga yang jauh lebih tinggi.

Ketergantungan ini dapat menghambat pembangunan ekonomi jangka panjang karena negara berkembang tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan industri berbasis teknologi tinggi. Salah satu solusi yang diterapkan adalah kebijakan transfer teknologi dan pengembangan industri dalam negeri melalui kebijakan proteksionis yang dikendalikan.

3. Eksploitasi Sumber Daya Alam

Untuk memenuhi permintaan pasar global, banyak negara mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, yang dapat berdampak buruk pada lingkungan. Beberapa bentuk eksploitasi yang sering terjadi meliputi:

  • Deforestasi besar-besaran, terutama untuk ekspor kayu dan perkebunan kelapa sawit.
  • Penangkapan ikan berlebihan, yang menyebabkan populasi ikan menurun drastis.
  • Pertambangan tanpa regulasi, yang mencemari tanah dan air dengan limbah beracun.

Laporan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD, 2021), “Tingkat eksploitasi sumber daya alam oleh negara berkembang sering kali tidak berkelanjutan dan dapat menyebabkan krisis ekologi di masa depan.”

Contoh nyata adalah deforestasi di Indonesia akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit untuk memenuhi permintaan minyak sawit dunia. Dampaknya adalah hilangnya habitat satwa liar seperti orangutan, meningkatnya emisi karbon akibat pembakaran hutan, serta konflik sosial dengan masyarakat adat yang kehilangan tanah mereka.

Untuk mengurangi dampak negatif ini, beberapa negara mulai menerapkan regulasi ketat seperti sertifikasi keberlanjutan dalam perdagangan komoditas, seperti sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) untuk kelapa sawit.

4. Ketimpangan Ekonomi

Perdagangan internasional juga dapat memperlebar kesenjangan ekonomi, baik di dalam suatu negara maupun antara negara maju dan berkembang. Beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan ini meliputi:

  • Konsentrasi keuntungan di perusahaan besar, sementara usaha kecil sulit bersaing di pasar global.
  • Upah rendah bagi pekerja di negara berkembang, meskipun mereka bekerja di sektor ekspor yang menguntungkan.
  • Kurangnya diversifikasi ekonomi, di mana negara berkembang hanya menjadi pemasok bahan mentah, sedangkan nilai tambah dari produk jadi dikuasai oleh negara maju.

Menurut Piketty (2014) dalam bukunya Capital in the Twenty-First Century, “Globalisasi dan perdagangan internasional cenderung memperkaya pemilik modal dan meningkatkan ketimpangan pendapatan, kecuali jika diimbangi dengan kebijakan redistribusi yang tepat.”

Contoh nyata adalah industri tekstil di Bangladesh, yang menjadi salah satu eksportir terbesar di dunia tetapi masih menghadapi isu upah rendah dan kondisi kerja yang buruk bagi buruh pabrik. Meskipun industri ini memberikan pendapatan bagi negara, sebagian besar keuntungan dinikmati oleh perusahaan multinasional di negara maju yang mengendalikan rantai pasok.

Untuk mengatasi ketimpangan ini, beberapa negara menerapkan kebijakan seperti:

  • Peningkatan upah minimum bagi pekerja di sektor ekspor.
  • Diversifikasi ekonomi agar negara berkembang tidak hanya bergantung pada ekspor bahan mentah.
  • Pengenaan pajak lebih tinggi pada perusahaan multinasional untuk mendistribusikan kembali keuntungan perdagangan global kepada masyarakat.

Penutup

Dengan memahami kompleksitas perdagangan internasional, kita dapat memanfaatkan peluang yang ada sambil meminimalkan dampak negatifnya. Seperti yang dikatakan oleh Adam Smith, “Perdagangan adalah mesin pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya menguntungkan individu, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan” (Smith, 1776).

Baca juga:

Referensi

  1. Diphayana, W. (2018). Ekonomi Global dan Perdagangan Internasional. Jakarta: Penerbit Gramedia.
  2. Krugman, P. (2009). International Economics: Theory and Policy. Pearson.
  3. Frankel, J. A., & Romer, D. (1999). Does Trade Cause Growth? American Economic Review, 89(3), 379-399.
  4. World Bank. (2020). Diversification and Economic Growth. World Bank Report.
  5. Dornbusch, R., Fischer, S., & Samuelson, P. A. (1977). Comparative Advantage, Trade, and Payments in a Ricardian Model with a Continuum of Goods. American Economic Review, 67(5), 823-839.
  6. International Monetary Fund (IMF). (2018). The Role of Trade in Reducing Poverty and Enhancing Welfare. IMF Report.
  7. Sukirno, S. (2008). Mikroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
  8. Ricardo, D. (1817). On the Principles of Political Economy and Taxation. London: John Murray.
  9. World Trade Organization (WTO). (2019). World Trade Report. Geneva: WTO.
  10. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). (2021). Technology and Innovation Report.
  11. Glick, R., & Taylor, A. M. (2010). Collateral Benefits: Trade and Peace in the Twentieth Century. American Economic Review, 100(2), 294–299.
Scroll to Top