Manajemen Persediaan: Fungsi, Tujuan, Jenis, dan Contohnya

Manajemen Persediaan

Manajemen persediaan adalah aspek krusial dalam operasional bisnis yang memastikan ketersediaan barang sesuai dengan kebutuhan, sambil meminimalkan biaya penyimpanan dan risiko kehilangan atau kerusakan. 

Apa Itu Manajemen Persediaan?

Manajemen persediaan merupakan suatu proses sistematis dalam mengelola pergerakan barang, mulai dari bahan mentah hingga menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Tujuan utama dari manajemen persediaan adalah menciptakan keseimbangan antara efisiensi operasional dan kepuasan pelanggan, sehingga perusahaan dapat menjaga ketersediaan produk tanpa mengalami kelebihan stok atau kekurangan stok yang dapat menghambat operasional bisnis (Chopra & Meindl, 2019).

Dengan menerapkan strategi manajemen persediaan yang efektif, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi rantai pasokan, mengoptimalkan penggunaan sumber daya, serta mengurangi biaya penyimpanan dan risiko kerugian akibat barang kadaluwarsa atau rusak (Stevenson, 2021). Selain itu, pengelolaan persediaan yang baik juga memungkinkan perusahaan merespons permintaan pasar dengan lebih cepat, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap peningkatan daya saing bisnis (Kotler & Keller, 2020).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wisner, Tan, dan Leong (2016), penerapan teknologi seperti sistem Enterprise Resource Planning (ERP) dan Just-In-Time (JIT) dalam manajemen persediaan dapat membantu perusahaan dalam mengontrol stok secara real-time, mengurangi pemborosan, dan meningkatkan akurasi perencanaan produksi. Dengan demikian, manajemen persediaan yang efektif tidak hanya berdampak pada efisiensi operasional, tetapi juga berperan penting dalam membangun kepuasan pelanggan dan keberlanjutan bisnis dalam jangka panjang.

Fungsi Manajemen Persediaan

Manajemen persediaan memiliki peran strategis dalam memastikan kelangsungan operasional bisnis dengan mengelola stok barang secara efisien. Berikut adalah beberapa fungsi utama dari manajemen persediaan:

1. Menjamin Kelancaran Proses Produksi

Manajemen persediaan bertujuan untuk memastikan bahwa bahan baku selalu tersedia dalam jumlah yang cukup, sehingga proses produksi dapat berjalan tanpa hambatan. Dengan pasokan bahan yang stabil, perusahaan dapat menghindari keterlambatan produksi yang dapat berdampak pada penurunan produktivitas dan kepuasan pelanggan (Stevenson, 2021).

2. Mencegah Kekurangan Stok (Stockout)

Stockout terjadi ketika suatu produk tidak tersedia saat pelanggan membutuhkannya, yang dapat menyebabkan hilangnya potensi penjualan dan menurunkan loyalitas pelanggan. Dengan menerapkan sistem pengelolaan stok yang akurat, seperti peramalan permintaan dan penggunaan sistem otomatis, perusahaan dapat mengurangi risiko kehabisan barang (Chopra & Meindl, 2019).

3. Menghindari Overstocking

Memiliki stok berlebih dapat meningkatkan biaya penyimpanan, menyebabkan penumpukan barang yang tidak terjual, dan berisiko mengalami penyusutan nilai akibat kedaluwarsa atau kerusakan. Oleh karena itu, metode manajemen persediaan seperti Just-In-Time (JIT) dan Economic Order Quantity (EOQ) dapat digunakan untuk mengelola stok dengan lebih optimal dan mengurangi biaya penyimpanan yang tidak perlu (Wisner, Tan, & Leong, 2016).

4. Mengoptimalkan Pengeluaran dan Cash Flow

Pengelolaan persediaan yang baik berkontribusi terhadap efisiensi biaya dan kesehatan keuangan perusahaan. Dengan menerapkan strategi seperti EOQ untuk menentukan jumlah pemesanan yang optimal dan JIT untuk mengurangi stok yang mengendap, perusahaan dapat meningkatkan arus kas dan mengalokasikan modal untuk keperluan bisnis lainnya (Kotler & Keller, 2020).

5. Mendukung Strategi Layanan Pelanggan

Ketersediaan produk yang konsisten dan pengiriman yang tepat waktu merupakan faktor penting dalam meningkatkan pengalaman pelanggan. Sistem manajemen persediaan yang efektif memungkinkan perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan secara lebih akurat, yang berdampak positif pada kepuasan dan loyalitas pelanggan (Stevenson, 2021).

6. Mengantisipasi Ketidakpastian Pasar

Fluktuasi permintaan dan perubahan tren pasar sering kali sulit diprediksi. Oleh karena itu, perusahaan perlu memiliki strategi persediaan cadangan (safety stock) untuk mengatasi lonjakan permintaan mendadak atau gangguan dalam rantai pasokan. Dengan perencanaan persediaan yang matang, perusahaan dapat mengurangi dampak negatif dari ketidakpastian pasar (Chopra & Meindl, 2019).

7. Mengurangi Risiko Kehilangan atau Kerusakan Barang

Penyimpanan dan pengelolaan stok yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan barang atau kehilangan aset perusahaan. Oleh karena itu, sistem manajemen persediaan yang baik harus mencakup pengendalian kualitas dan pemantauan kondisi penyimpanan guna menjaga integritas produk dan menghindari pemborosan (Wisner, Tan, & Leong, 2016).

Tujuan Utama Manajemen Persediaan

Manajemen persediaan merupakan bagian penting dalam operasional bisnis yang bertujuan memastikan ketersediaan barang secara tepat waktu dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dengan manajemen persediaan yang efektif, perusahaan dapat menjaga kelancaran proses produksi, memenuhi permintaan pelanggan, serta mengelola sumber daya secara optimal.

1. Memastikan Ketersediaan Barang Sesuai Kebutuhan

Salah satu tujuan utama dari manajemen persediaan adalah menjaga agar jumlah barang yang disimpan selalu sesuai dengan permintaan pasar dan kebutuhan operasional. Dengan demikian, perusahaan dapat menghindari situasi kekurangan stok (stockout) yang dapat menyebabkan keterlambatan produksi atau kehilangan peluang penjualan. Menurut Stevenson (2021), perencanaan persediaan yang tepat membantu menjaga keseimbangan antara penawaran dan permintaan, sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan dan memperkuat reputasi bisnis.

2. Mengelola Persediaan dengan Efisiensi dan Biaya Minimal

Tujuan lain yang tidak kalah penting adalah mencari cara untuk menyimpan barang secara efisien dengan biaya seminimal mungkin. Ini mencakup pengurangan biaya penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya risiko seperti kerusakan atau kadaluwarsa barang.

Metode seperti Economic Order Quantity (EOQ) dan Just-In-Time (JIT) digunakan untuk menentukan jumlah pesanan optimal dan menghindari kelebihan stok. Dengan menerapkan strategi ini, perusahaan dapat mengurangi pemborosan dan mengalokasikan dana untuk keperluan bisnis lain yang lebih produktif (Chopra & Meindl, 2019).

3. Mengantisipasi Risiko Kehilangan, Kerusakan, dan Kedaluwarsa Barang

Manajemen persediaan juga bertujuan untuk melindungi perusahaan dari berbagai risiko yang dapat menyebabkan kerugian finansial. Risiko tersebut meliputi kehilangan barang akibat pencurian, kerusakan barang selama penyimpanan, atau kedaluwarsa produk yang tidak terjual.

Dengan menggunakan teknologi seperti real-time tracking, barcode scanning, dan sistem Warehouse Management System (WMS), perusahaan dapat memantau kondisi stok secara akurat, mengidentifikasi barang yang mendekati masa kedaluwarsa, dan mengambil tindakan cepat untuk mengelola risiko tersebut (Heizer & Render, 2021). Selain itu, penyimpanan yang sesuai dengan standar, seperti pengaturan suhu yang tepat untuk produk makanan atau farmasi, membantu menjaga kualitas barang agar tetap layak konsumsi.

4. Mendukung Perencanaan Produksi dan Distribusi

Manajemen persediaan yang efektif membantu perusahaan merencanakan produksi dengan lebih baik, karena ketersediaan bahan baku dapat diprediksi secara akurat. Dengan stok yang terorganisir, perusahaan dapat menentukan jadwal produksi, memperkirakan waktu pengiriman, dan memastikan bahwa produk jadi tersedia tepat waktu bagi pelanggan. Hal ini sangat penting dalam industri yang bergantung pada produksi massal dan pengiriman global (Wisner, Tan, & Leong, 2016).

5. Meningkatkan Daya Saing dan Kepuasan Pelanggan

Perusahaan yang mampu menjaga persediaan dengan baik cenderung lebih dipercaya oleh pelanggan karena dapat memenuhi pesanan dengan cepat dan konsisten. Dengan sistem persediaan yang efisien, perusahaan dapat menawarkan harga yang lebih kompetitif karena biaya penyimpanan dan kerugian stok yang minimal. Menurut Kotler & Keller (2020), kepuasan pelanggan yang tinggi berhubungan langsung dengan loyalitas pelanggan, yang pada akhirnya meningkatkan pangsa pasar dan profitabilitas perusahaan.

Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Manajemen Persediaan

Keberhasilan manajemen persediaan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Faktor-faktor ini harus diperhatikan dengan cermat agar perusahaan dapat mengoptimalkan stok, menghindari kehabisan barang, serta menjaga efisiensi operasional. Berikut adalah beberapa faktor utama yang memengaruhi efektivitas manajemen persediaan:

1. Permintaan Pasar

Pemahaman terhadap tren pasar dan analisis permintaan merupakan elemen penting dalam manajemen persediaan. Dengan menerapkan teknik forecasting yang berbasis data historis, perusahaan dapat memperkirakan jumlah stok yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan pelanggan. Menurut Chopra & Meindl (2019), penggunaan metode seperti moving average dan regresi statistik dapat membantu perusahaan menghindari kelebihan atau kekurangan stok, sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan dan efisiensi rantai pasok.

2. Lead Time (Waktu Pengiriman)

Lead time mengacu pada waktu yang dibutuhkan supplier untuk mengirimkan barang yang dipesan. Semakin lama waktu pengiriman, semakin besar risiko keterlambatan produksi akibat kekurangan stok. Oleh karena itu, perusahaan harus memilih pemasok yang andal dan menerapkan strategi seperti buffer stock atau dual sourcing untuk mengurangi ketergantungan pada satu pemasok (Stevenson, 2021). Selain itu, otomatisasi dalam pengelolaan pemesanan dapat membantu meminimalkan kesalahan dalam pengadaan barang (Wisner, Tan, & Leong, 2016).

3. Kondisi Keuangan dan Arus Kas

Kesehatan keuangan perusahaan berperan dalam menentukan jumlah dan frekuensi pembelian stok. Jika arus kas tidak dikelola dengan baik, perusahaan dapat mengalami kesulitan dalam membeli bahan baku atau menimbun stok dalam jumlah yang terlalu besar. Menurut Kotler & Keller (2020), pengelolaan persediaan yang baik harus sejalan dengan strategi keuangan perusahaan agar modal kerja dapat digunakan secara optimal tanpa menghambat operasional bisnis.

4. Teknologi dan Sistem Informasi

Penggunaan teknologi dalam manajemen persediaan sangat penting untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi. Sistem seperti Enterprise Resource Planning (ERP) atau software manajemen persediaan berbasis cloud memungkinkan perusahaan untuk melacak stok secara real-time, mengoptimalkan rantai pasokan, dan mempercepat proses pengambilan keputusan (Chopra & Meindl, 2019). Dengan teknologi yang canggih, perusahaan dapat mengurangi risiko human error dan meningkatkan transparansi dalam operasional.

5. Jenis Produk dan Karakteristik Barang

Setiap produk memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga membutuhkan strategi pengelolaan yang berbeda pula. Barang dengan masa simpan pendek, seperti makanan dan obat-obatan, memerlukan sistem persediaan berbasis First-In, First-Out (FIFO) untuk menghindari kadaluwarsa. Sementara itu, produk dengan nilai tinggi dan permintaan fluktuatif memerlukan strategi pengadaan yang lebih fleksibel (Stevenson, 2021).

6. Faktor Eksternal

Kondisi eksternal seperti kebijakan pemerintah, regulasi impor-ekspor, perubahan iklim, hingga krisis ekonomi dapat mempengaruhi ketersediaan dan harga bahan baku. Misalnya, kebijakan tarif impor dapat meningkatkan biaya pengadaan, sementara bencana alam dapat mengganggu distribusi barang. Oleh karena itu, perusahaan perlu menerapkan strategi mitigasi risiko seperti diversifikasi pemasok dan pemantauan regulasi yang ketat (Wisner, Tan, & Leong, 2016).

7. Kolaborasi Tim dan Komunikasi Antar Departemen

Manajemen persediaan yang efektif membutuhkan koordinasi yang baik antara berbagai departemen, seperti produksi, pemasaran, keuangan, dan logistik. Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan ketidakseimbangan stok, kesalahan perencanaan, dan pemborosan sumber daya. Menurut Chopra & Meindl (2019), penerapan sistem informasi yang terintegrasi serta pertemuan rutin antar tim dapat membantu meningkatkan akurasi data dan mempercepat pengambilan keputusan.

Jenis-jenis Metode Manajemen Persediaan

Manajemen persediaan yang efektif memerlukan strategi yang disesuaikan dengan kebutuhan bisnis, sifat produk, serta kondisi pasar. Berbagai metode telah dikembangkan untuk membantu perusahaan dalam mengoptimalkan jumlah stok, mengurangi pemborosan, serta meningkatkan efisiensi operasional. Berikut adalah beberapa metode dalam manajemen persediaan:

1. Economic Order Quantity (EOQ)

Economic Order Quantity (EOQ) merupakan metode yang digunakan untuk menentukan jumlah pemesanan optimal guna meminimalkan biaya persediaan dan pemesanan. EOQ memperhitungkan faktor-faktor seperti biaya pemesanan, biaya penyimpanan, serta tingkat permintaan barang. Dengan metode ini, perusahaan dapat menghindari pembelian berlebihan serta mengurangi frekuensi pemesanan yang tidak efisien (Heizer & Render, 2021).

Metode ini sangat efektif untuk perusahaan dengan permintaan yang stabil dan biaya penyimpanan yang dapat diprediksi.

2. Just-In-Time (JIT)

Metode Just-In-Time (JIT) merupakan sistem manajemen persediaan yang memastikan barang atau bahan baku hanya dipesan dan tersedia ketika dibutuhkan dalam proses produksi. Dengan mengadopsi JIT, perusahaan dapat mengurangi biaya penyimpanan serta meminimalkan risiko kerusakan atau kedaluwarsa barang. Konsep ini pertama kali dikembangkan oleh Toyota dalam sistem manufakturnya (Ohno, 1988).

Namun, metode ini memerlukan rantai pasokan yang sangat efisien dan pemasok yang dapat diandalkan. Jika terjadi gangguan dalam pengiriman bahan baku, produksi dapat terhambat, sehingga perusahaan perlu memiliki strategi mitigasi risiko (Chopra & Meindl, 2019).

3. First In, First Out (FIFO)

Metode First In, First Out (FIFO) memastikan bahwa barang yang pertama kali masuk ke gudang juga akan menjadi barang yang pertama kali dikeluarkan untuk digunakan atau dijual. Sistem ini sangat penting dalam industri yang menangani barang mudah rusak, seperti makanan, obat-obatan, dan produk elektronik (Stevenson, 2021).

Keuntungan utama dari metode FIFO adalah mengurangi risiko kedaluwarsa barang serta memastikan pelanggan menerima produk dalam kondisi terbaik. Sistem ini juga membantu perusahaan menghindari kerugian akibat penurunan nilai barang seiring waktu.

4. Last In, First Out (LIFO)

Berbeda dengan FIFO, metode Last In, First Out (LIFO) memungkinkan barang yang terakhir masuk ke gudang menjadi barang yang pertama keluar. Metode ini sering digunakan dalam industri yang mengalami fluktuasi harga tinggi, seperti sektor bahan baku dan konstruksi.

Dalam laporan keuangan, penggunaan metode LIFO dapat memberikan keuntungan pajak karena biaya barang yang lebih baru dan lebih mahal akan digunakan dalam perhitungan harga pokok penjualan (HPP), sehingga laba kena pajak dapat ditekan (Heizer & Render, 2021). Namun, di beberapa negara, penggunaan metode ini telah dibatasi atau dilarang karena dapat mengurangi transparansi laporan keuangan.

5. ABC Analysis

Metode ABC Analysis digunakan untuk mengelompokkan barang berdasarkan tingkat kepentingannya dalam inventaris. Barang diklasifikasikan ke dalam tiga kategori:

  • Kategori A: Barang dengan nilai tinggi tetapi jumlahnya sedikit, misalnya bahan baku utama dalam produksi.
  • Kategori B: Barang dengan nilai menengah dan jumlah sedang.
  • Kategori C: Barang dengan nilai rendah tetapi dalam jumlah besar, seperti perlengkapan kantor.

Pendekatan ini membantu perusahaan memprioritaskan pengelolaan stok berdasarkan nilai ekonomis dan tingkat penggunaan barang. Dengan menggunakan analisis ABC, perusahaan dapat menentukan strategi pengadaan yang lebih efektif serta mengalokasikan sumber daya secara optimal (Wisner, Tan, & Leong, 2016).

6. Periodic Review System

Dalam sistem Periodic Review, perusahaan melakukan pemantauan stok pada interval waktu tertentu (misalnya mingguan atau bulanan) dan melakukan pemesanan berdasarkan hasil evaluasi tersebut. Metode ini cocok untuk bisnis dengan permintaan yang fluktuatif atau barang yang memiliki siklus permintaan musiman (Stevenson, 2021).

Keunggulan utama dari metode ini adalah kesederhanaannya dalam penerapan serta fleksibilitas dalam menyesuaikan jumlah pemesanan berdasarkan kondisi terbaru. Namun, kelemahannya adalah potensi kehabisan stok sebelum periode evaluasi berikutnya, sehingga perusahaan harus memiliki sistem pemantauan yang baik.

7. Safety Stock (Stok Cadangan)

Safety Stock, persediaan tambahan yang disimpan untuk mengantisipasi lonjakan permintaan yang tidak terduga atau keterlambatan pengiriman dari pemasok. Perusahaan yang menghadapi fluktuasi pasar atau gangguan rantai pasok sering kali menerapkan strategi ini sebagai bentuk perlindungan operasional (Chopra & Meindl, 2019).

Perhitungan safety stock bergantung pada variabilitas permintaan serta lead time pemasok. Formula umum yang digunakan adalah:

SafetyStock=(MaxDemand×MaxLeadTime)−(AverageDemand×AverageLeadTime)

Dengan memiliki stok cadangan yang optimal, perusahaan dapat tetap menjaga kepuasan pelanggan meskipun terjadi ketidakpastian dalam rantai pasok.

Contoh Penerapan di Berbagai Industri

Manajemen persediaan tidak hanya berfungsi sebagai pengelolaan stok, tetapi juga sebagai strategi bisnis yang dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Setiap industri memiliki kebutuhan unik dalam mengelola persediaannya, sehingga metode yang digunakan pun bervariasi. Berikut adalah beberapa contoh penerapan manajemen persediaan di berbagai sektor industri:

1. Industri Makanan dan Minuman

Dalam industri makanan dan minuman, sistem First In, First Out (FIFO) adalah metode yang paling umum digunakan untuk memastikan bahwa produk yang lebih lama berada di gudang dikeluarkan lebih dulu. Hal ini penting untuk mencegah produk kedaluwarsa dan menjaga kualitas makanan sebelum mencapai konsumen.

Misalnya, restoran cepat saji dan supermarket menerapkan FIFO dalam penyimpanan bahan makanan agar produk tetap segar. Selain itu, industri ini juga sering menggunakan teknologi pemantauan suhu dan barcode untuk mengoptimalkan kontrol stok serta mencegah pemborosan akibat barang rusak atau kedaluwarsa (Stevenson, 2021).

2. Industri Manufaktur

Industri manufaktur sering mengadopsi metode Just-In-Time (JIT) untuk mengurangi kebutuhan penyimpanan bahan baku dan mempercepat proses produksi. Dalam sistem ini, bahan baku hanya dipesan dan dikirim ketika dibutuhkan, sehingga perusahaan dapat menghemat biaya penyimpanan dan menghindari stok berlebih.

Sebagai contoh, Toyota menggunakan sistem JIT dalam proses produksinya. Suku cadang hanya dikirimkan ke pabrik ketika dibutuhkan, sehingga mengurangi kebutuhan gudang besar serta meningkatkan efisiensi rantai pasok (Ohno, 1988). Namun, metode ini memerlukan koordinasi yang sangat baik dengan pemasok untuk menghindari keterlambatan produksi.

3. Industri Ritel

Dalam industri ritel, metode ABC Analysis digunakan untuk mengklasifikasikan produk berdasarkan nilai ekonomis dan tingkat perputarannya. Barang dengan nilai tinggi tetapi jumlahnya sedikit (Kategori A) mendapatkan prioritas pengelolaan stok yang lebih ketat, sementara barang dengan nilai rendah tetapi dalam jumlah besar (Kategori C) dikelola dengan pendekatan yang lebih fleksibel.

Misalnya, dalam bisnis e-commerce dan supermarket, barang elektronik seperti laptop atau ponsel termasuk dalam kategori A karena memiliki harga tinggi dan memerlukan pengelolaan stok yang lebih ketat. Sementara itu, produk seperti tisu atau sabun masuk dalam kategori C karena memiliki harga murah tetapi perputaran yang cepat (Wisner, Tan, & Leong, 2016).

4. Industri Farmasi

Industri farmasi memiliki standar yang ketat dalam pengelolaan persediaan, terutama karena produk obat-obatan memiliki masa kedaluwarsa yang harus diperhatikan. Oleh karena itu, metode FIFO diterapkan untuk memastikan obat dengan tanggal kedaluwarsa lebih awal digunakan atau dijual lebih dulu.

Selain itu, perusahaan farmasi menggunakan teknologi real-time tracking seperti sistem RFID dan barcode untuk melacak pergerakan obat dari pabrik hingga apotek. Teknologi ini membantu memastikan kepatuhan terhadap regulasi kesehatan, mencegah pemalsuan obat, dan meningkatkan transparansi dalam distribusi (Chopra & Meindl, 2019).

5. Industri Teknologi dan Elektronik

Untuk industri teknologi dan elektronik, metode Last In, First Out (LIFO) sering diterapkan untuk memastikan bahwa produk terbaru yang masuk ke gudang dijual lebih dulu. Hal ini dilakukan karena produk teknologi memiliki siklus hidup yang cepat, di mana model terbaru memiliki permintaan lebih tinggi dibandingkan model lama.

Sebagai contoh, perusahaan seperti Apple dan Samsung menerapkan strategi ini dalam manajemen stok ponsel dan laptop mereka. Ketika model baru dirilis, stok model lama segera didiskon atau dikeluarkan dari inventaris agar tidak kehilangan nilai di pasaran (Heizer & Render, 2021).

6. Industri Logistik

Perusahaan logistik seperti ekspedisi dan pergudangan menggunakan Warehouse Management System (WMS) untuk mengoptimalkan pengelolaan persediaan. Sistem ini memungkinkan pelacakan real-time terhadap pergerakan barang dari titik asal hingga ke pelanggan, sehingga dapat meningkatkan akurasi pengiriman dan mengurangi risiko kesalahan inventaris.

Sebagai contoh, Amazon menggunakan WMS berbasis AI untuk mengelola ribuan barang di pusat distribusinya. Dengan sistem ini, perusahaan dapat memastikan bahwa setiap produk tersimpan di lokasi optimal, mempercepat proses pengambilan barang (picking), dan meningkatkan efisiensi dalam pemenuhan pesanan pelanggan (Chopra & Meindl, 2019).

7. Industri Fashion

Industri fashion menghadapi tantangan dalam mengelola stok karena tren berubah dengan cepat. Oleh karena itu, banyak perusahaan fashion menerapkan metode Just-In-Time (JIT) untuk memproduksi barang dalam jumlah kecil tetapi lebih sering, sehingga dapat menyesuaikan dengan permintaan pasar.

Merek seperti Zara dan H&M menggunakan strategi ini untuk mengurangi risiko overstocking dan memastikan bahwa koleksi pakaian yang tersedia sesuai dengan tren terbaru. Dengan produksi yang fleksibel dan rantai pasok yang cepat, mereka dapat merespons perubahan permintaan konsumen dengan lebih baik tanpa harus menyimpan stok dalam jumlah besar (Stevenson, 2021).

Penutup

Manajemen persediaan yang efektif tidak hanya tentang menjaga stok, tetapi juga tentang menciptakan keunggulan kompetitif. Dengan mengintegrasikan teknologi dan strategi yang tepat, perusahaan dapat mengurangi risiko, memaksimalkan keuntungan, dan menjaga kepuasan pelanggan.

Apakah bisnis kamu sudah mengoptimalkan manajemen persediaan? bila belum, mungkin sudah saatnya untuk mempertimbangkan metode dan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan kamu.

Baca juga:

Referensi

  • Chopra, S., & Meindl, P. (2019). Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation. Pearson.
  • Heizer, J., & Render, B. (2021). Operations Management: Sustainability and Supply Chain Management. Pearson.
  • Ohno, T. (1988). Toyota Production System: Beyond Large-Scale Production. Productivity Press.
  • Stevenson, W. J. (2021). Operations Management. McGraw-Hill.
  • Wisner, J. D., Tan, K. C., & Leong, G. K. (2016). Principles of Supply Chain Management: A Balanced Approach. Cengage Learning.
Scroll to Top